Tak Hanya Jadi Penegak Kebersihan, Pasukan Oranye Sigap Beri Pertolongan

(Ilustrasi) Petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) menyapu trotoar di Jalan Raya Ciracas, Ciracas, Jakarta, Senin (8/3). (Foto: Journo Liberta/ Raya Rukmana).

Journoliberta.com – “Rumah kita juga kena banjir, mau gamau kita bantuin warga dulu baru balik ke rumah. Jadi kita utamain buat warga dulu,” ungkap Mukri yang merupakan salah satu bagian dari pasukan oranye. 

Udara dingin menerpa wajah Mukri kala ia melintasi jalan dengan genangan air setinggi betisnya. Raganya memang sigap untuk membantu warga, namun tak bisa dipungkiri bahwa benaknya berada di tempat lain. Itulah resiko pekerjaan yang harus ditanggungnya.

“Udah 9 tahun, lumayan lama dari 2015. Waktu pertama mah emang susah nyari orang buat kerja jadi PPSU (Penanganan Prasarana dan Sarana Umum). Karena katanya kerjanya kotor, kan kita main sampah,” kata Mukri di pagi buta sebelum kendaraan padat merayap yang telah sigap dengan sapunya di pinggir jalan kawasan Bintaro, Sabtu (6/4/2024). 

Pasukan oranye, begitulah julukan yang mereka dapat lantaran seragam mereka yang identik dengan warna tersebut. Sejak 2015 silam, pemerintah kota Jakarta resmi merekrut pekerja PPSU dari setiap kelurahan. Berdasarkan Pergub DKI Nomor 7 Tahun 2017, tugas utama pasukan oranye berada dalam ranah pembersihan dan perawatan fasilitas umum di sekitar ibu kota.

Mukri menjelaskan bahwa dalam satu kelurahan, petugas PPSU diarahkan menjadi tujuh kelompok agar beban pekerjaan bisa terbagi secara efisien. Beberapa di antaranya ialah tim taman, penyapuan, saluran, hingga penopingan. Selain itu, waktu kerja mereka dibagi dalam tiga shift

“Kalau untuk shift kita ada tiga shift. Jadi 24 jam itu ada terus (petugas PPSU). Ada yang mulai dari jam 5 pagi, jam 7 pagi, ada juga yang mulai dari jam 3 sore, itu sampe pagi. Kalau masuk sore itu hanya monitoring aja, takut ada pohon tumbang atau apa kan. Kayak kemarin hujan gede sampe banjir,” ujarnya.

Walau begitu, beban pekerjaan yang mereka panggul tidaklah ringan. Mulai dari pembersihan saluran, penyapuan, hingga pembersihan rumput liar, menjadikan pekerjaan ini bukan milik orang yang mementingkan gengsi. 

Menjadi bagian dari pasukan elite ini rupanya membuat Mukri harus rela berkorban demi masyarakat. Karena rupanya selain menjadi petugas kebersihan, mereka juga memiliki kewajiban membantu warga yang sedang tertimpa musibah. Mukri bercerita bahwa belum lama ini terjadi angin puting beliung di daerah Rempoa. Dengan sigap ia dan kawan-kawannya pergi untuk membantu warga yang atap rumahnya terdampak oleh peristiwa tersebut. 

“Tugas kita banyak. Misalkan belum lama ini ada kebakaran kita bantu juga. Atau kemarin di daerah Rempoa ada puting beliung kita ikut bantu juga. Semua kita bantu, jadi enggak mesti pembersihan aja. Semua kita kerjain sesuai permintaan warga. Warga bisa langsung hubungi ke kelurahan. Kita punya koordinator,” jelas Mukri dengan sumringah.

Sebagai bagian dari program pemerintah, kelurahan memiliki peran penting dalam memantau petugas PPSU. Mukri menjelaskan jika kinerja mereka bagus, kontrak pekerjaan pun akan diperpanjang oleh kelurahan setiap tahunnya. Selain itu, Mukri juga bercerita bahwa pembagian gaji diberikan sebulan sekali. 

“Ya, per tahun, setahun sekali. Kalau kita kerja bagus, kinerja bagus, ya diperpanjang (kontrak kerja). Dari awal katanya kenapa banyak yang gak mau (menjadi petugas PPSU) dulu kita dapet isu (pemberian gaji) itu tiga bulan sekali. Tapi pas kita udah masuk, kita jalanin ternyata enggak, sebulan sekali (pemberian gaji),” ungkapnya lebih lanjut. 

Setiap pekerjaan tentu memiliki resiko keselamatan tersendiri, begitu pula dengan pasukan oranye. Sebagai pekerja yang aktif berada di jalan raya, Mukri bercerita bahwa para pengemudi terkadang bisa sangat membahayakan petugas PPSU. Ia mengaku bahwa beberapa temannya pernah terserempet motor, bahkan ada yang hingga tertabrak truk saat tengah menyapu di pinggir jalan.

“Banyak (pengalaman) yang sedihnya juga sih, kayak ada beberapa temen-temen kita yang keserempet motor di jalan, sering tuh. Malah yang ketabrak truk juga ada. Alhamdulillahnya sih cuman luka-luka ringan aja gak sampe parah,” keluh Mukri dengan memasang wajah tegar.

Dengan ancaman pekerjaan yang berat, tentu pemerintah membekali mereka dengan jaminan kesehatan bagi diri sendiri hingga keluarga. Walau dengan begitu, pemasukan Mukri harus terpotong demi melindungi nyawanya.

“Kita ada BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Untuk keluarga pun sampai anak ketiga dapet BPJS. Jadi ya kita dipotong (gaji) langsung dari kelurahan untuk bayar BPJS,” jelasnya.

Reporter Journo Liberta bertemu dengan petugas PPSU lain bernama Dani di sekitar daerah Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Sama halnya seperti Mukri, Dani yang saat itu tengah menenteng kantong sampah mengaku sudah menjadi petugas PPSU sejak tahun 2015.

“Dari 2015 sampai sekarang. Sebelum di PPSU saya bekerja sebagai security di Lotte Avenue daerah Kuningan. Gaji (petugas PPSU) gede, jadi saya ambil. Kalau tahun kemarin itu sebagai security sama, tapi yang sekarang lebih stabil,” ujar Dani saat diwawancara, Sabtu, (6/4/2024).

Selama sembilan tahun kebelakang, Dani bertugas sebagai petugas penyapuan jalan dari perbatasan Tangerang Selatan hingga Carrefour Lebak Bulus. Ia menjelaskan bahwa wilayah kerjanya termasuk dalam Kelurahan Pondok Pinang.

“Kalo di sini masuk ke Kelurahan Pondok Pinang. Pondok Pinang itu luasnya mulai dari perbatasan Tangsel sampe PIM 2 arah mau ke Gandaria,” jelasnya lebih lanjut. 

Tak seperti Mukri, Dani mengaku bahwa selama ini ia bekerja secara perorangan. Dirinya bercerita bahwa tugasnya sebagai penyapu jalan dimulai selepas ia salat subuh hingga jam satu siang. Setelah bertugas, Dani diwajibkan untuk melapor pada pimpinannya melalui ponsel genggam.

“Kalo masalah laporan itu kita bersihin dulu dari ujung ke ujung, abis itu kita laporan ke pimpinan. Lewat hp (laporannya), kan ada timernya tuh, kalo ada timernya kan ada jalanannya. Ketahuan,” timpalnya.

Tantangan yang Dani rasakan selama menjadi petugas PPSU datang saat ada oknum yang membuang sampah sembarangan. Sering kali ia menegur mereka yang tidak bertanggung jawab dengan kebersihan lingkungan. 

“Misalnya mbak buang sampah sembarangan. Sampah liar itu namanya. Mbak saya omelin. Saya tegur, besok-besok jangan buang sampah sembarangan. Kita itu udah ada petugasnya ada tempat sampahnya ya kan,” hardiknya dengan emosi yang meluap.

Mukri maupun Dani sepakat bahwa profesi PPSU sangat membantu mereka dalam menopang kewajiban kepala keluarga mencari nafkah. Mereka berharap bahwa pemerintah tetap memberlakukan petugas PPSU sebagai pasukan pembela kebersihan yang hidupnya sejahtera walau terkadang lebih sering mementingkan hajat hidup orang lain.

“Harapan kita mah ya ada terus gitu. PPSU tetap ada,” ujar Mukri dengan senyum optimisnya.

Pos terkait